Perjalanan Hidupku yang Aku Ingat (bagian 1)


1977:
Sebuah permulaan dari kehidupan seorang Asep Zaeni Ma’ruf. Anak ke-4 dari 5 bersaudara yang dilahirkan dari orang tua yang kedua-duanya berprofesi sebagai guru SD. Ketika masih belum sekolah, aku diasuh oleh Aa Nanang, bi Entar, dan bi Marfu’ah (saudara dari ayahku) dan oleh teh Gayah, teh Etin, dan Kang Ade (saudara dari ibuku). Waktu itu kami tinggal tempat yang sekarang ada di belakang SD Galunggung Kota Tasikmalaya. Banyak dokumentasi disana, photo-photo ketika aku masih kecil dan bermain badminton bersama pengsuhku (Aa Nanang).

1982:
Gunung Galunggung meletus. Tidak terlalu banyak yang aku ingat karena saat itu aku baru berumur 5 tahun, kecuali saat kami mengungsi. Banyak debu beterbangan dimana-mana. Suasana gelap dan berdebu. Mengerikan, seakan mau kiamat. Tapi beberapa bulan kemudian sebuah kalender memuat photo kami sekeluarga sedang berjalan di tengah hujan debu. Aku yakin itu adalah keluargaku. Sayang, kalender kenangan itu tidak dapat aku ingat kemana “perginya”.

1984:
Hari pertama aku masuk sekolah di SD Negeri Citapen 1, tempat ayahku mengajar. Kesan pertamaku di sekolah sangat kurang menyenangkan. Orang tuaku melaksanakan kewajibannya mengajar dan aku ditinggal sendiri ketika teman-teman lain masih ditemani orang tuanya di jendela dan pintu kelas. Selain itu, kenangan hari pertama masih melekat secara fisik. Aku dicubit teman sebangkuku (Saeful Hadi) karena tidak mau meminjamkan penghapus untuknya. Tanda itu masih ada di telapak tangan kananku sampai sekarang.Prestasiku di SD alhamdulillah sangat bagus. Dari kelas 1 sd kelas 6 tetap ranking 2 (dua). Tidak pernah naik ataupun turun.

1990:
Karena prestasiku bagus, maka aku mudah masuk ke SMP Negeri 1 Kota Tasikmalaya. Pilihanku saat itu antara SMPN 1 dan SMPN 4. Alhamdulillah aku masuk ke SMPN 1, mengikuti jejak kedua kakaku (aa Zaenuddin Munawar dan teh Imas Masturoh). Bukannya sombong, tapi selama di kelas H, selama 3 tahun di SMP, rankingku tetap tidak berubah seperti ketika masih di SD.

1993:
Selepas SMP, aku melanjutkan ke SMA. Pilihanku hanya satu, karena kedua orang tuaku sangat yakin akan kemampuanku menembus salah satu sekolah favorit di Tasikmalaya: SMA Negeri 1! Benar juga, aku diterima di kelas X-2 SMA Negeri 1 Tasikmalaya. Alhamdulillah, aku tidak usah repot-repot menunggu angkot selama 12 tahun sekolah (sejak SD sd SMA), karena rumahku berada di pusat kota. Waktu berlalu, aku masuk ke kelas Fisik II, padahal pelajaran favoritku adalah Sejarah, Bahasa Inggris, dan PMP (sekarang PKn). Aku memilih jurusan itu karena gengsi dengan saingan rankingku ketika masih di SMP. Dia masuk kelas Fisika, masa aku tidak bisa. Apalagi image kelas Sosial tidak sebagus kelas Fisika dan kelas Biologi. Akhirnya karir rankingku hancur. Selama SMA, aku tidak pernah menandatangankan raport pada ayahku. Aku malu, rankingku jelek. Faktor salah memilih jurusan dan mulai pacaran adalah kambing hitam untuku. Mau gimana lagi, pola belajarku tetap kok. Kakak-kakaku juga terus memberi semangat, meskipun tidak secara langsung. Mereka memberiku buku-buku peninggalan mereka dengan menyelipkan tulisan yang memberi semangat. Tahun 1994, ayah tercintaku meninggal karena sakit. Beliau meninggal tepat ketika ada muktamar NU di Cipasung, sehingga jasad beliau baru bisa diberangkatkan ketika rombongan Presiden Suharto sudah lewat, dengan orang-orang masih di pinggir jalan. An unforgetable memory.

0 komentar:

Posting Komentar

Jangan hanya melihat-lihat, tulis komentar atau ikuti pooling yang ada, supaya saya tahu bahwa Anda pernah berkunjung ke sini. Terima kasih atas kesediaannya.