Saran untuk KPU



Pemilihan Umum Legislatif sudah dilaksanakan pada hari Kamis, 9 April 2009 kemarin. Sebuah pemilu dengan banyak perubahan aturan-aturan yang baru. Yang paling mencolok adalah perubahan cara memilih, dari mencoblos, menjadi mencontreng. Banyak kekurangan memang, terutama kemungkinan mudahnya timbul konflik antara KPPS dengan saksi di TPS karena misinterpretasi tentang suara sah atau tidak sah. Namun, "contreng" ini menunjukkan bahwa kita lebih educated, lebih terdidik dalam memberikan suara.

Untuk Pemilu kali ini, saya kebagian menjadi anggota KPPS. Bangga sekali, namun tugas yang harus diemban terasa begitu berat. Mulai pendataan pemilih sampai dengan penghitungan suara yang sangat menyita waktu. Namun alhamdulillah, semuanya bisa terlaksana berkata kerjasama yang baik antar semua pihak, terutama kerjasama dengan masyarakat sekitar.

Ada beberapa kritikan dari saya untuk KPU, supaya Pemilu kedepan bisa berjalan lebih baik dan lebih mudah.
Pertama:
Batas maksimum Daftar Pemilih Tetap (DPT) di setiap TPS
Seharusnya KPU bisa mengubah aturan tentang DPT maksimum dalam setiap TPS berdasarkan pengalaman/simulasi yang telah dilaksanakan oleh KPU itu sendiri. Memilih caleg dan membuka lembaran yang begitu besar sangat menyita waktu. Dalam simulasi, setiap pemilih rata-rata menghabiskan waktunya sekitar 10 menit. Belum lagi pemilih yang sudah berumur.

Aturan pelaksanaan Pemilu dari pukul 07.00 sampai dengan pukul 12.00 waktu setempat, terasa sangat berat untuk jumlah DPT yang banyak. Di Tempat Pemungutan Suara (TPS) saya, jumlah DPTnya mencapai 420 orang! Ketika Pemilu berlangsung sampai dengan pukul 12.00, kurang lebih baru sekitar 300 orang yang telah melaksanakan hak pilihnya. Kalau dipaksakan semua ikut memilih, bisa-bisa sampai pukul 5 sore. Belum lagi proses perhitungan suara. Busyet deh. Kami bukan robot, kami juga perlu istirahat.

Akhirnya, kami batasi sampai dengan pukul 14.00, seadanya (beberapa orang yang sudah menyimpan undangan akhirnya gugur, tidak bisa ikut memilih, karena ketika dipanggil mereka pulang dulu ke rumah). Itulah yang menyebabkan banyaknya suara kosong. Dan saya lihat, di semua TPS pun begitu. Bahkan ada TPS yang "saklek". Jam 12.00 langsung ditutup!

Jadi, siapa yang salah? Para pemilihkah yang (maaf) begitu bodoh dalam proses menggunakan hak pilihnya, atau beban DPT yang terlalu banyak? Dari cerita di atas bisa disimpulkan bahwa DPT perlu direvisi jumlah maksimumnya. Saran saya: 1 TPS untuk setiap RT, atau maksimum 300 DPT. Pertanyaan selanjutnya: maukah pemerintah mengeluarkan biaya lagi untuk oprasional TPS-TPS baru?

Kedua:
Sanksi pada partai-partai yang tidak lolos "electoral treshold"
Kenapa Pemilu cenderung diikuti banyak partai politik (parpol)? Alasan "HAM dan kebebasan berpendapat" pasti menjadi ujung tombak mereka dalam membuat partai. Begitu "mudah"nya parpol didirikan, demi sebuah ketenaran atau keuntungan pribadi yang diperoleh para pengurus parpol (setiap parpol memperoleh bantuan dana dari pemerintah lho). Toh gak perlu usaha keras, yang penting bisa menggembosi suara parpol asal, dan mendapatkan bantuan dana, begitu ungkapan sinis seorang teman. Benar juga, lihat saja, banyak suara parpol yang kosong, bahkan untuk beberapa tempat tidak ada calegnya sama sekali! Kalau begitu, kenapa harus dipaksakan membuat parpol, pasti ada "sesuatunya" kan?

Tujuan mulia untuk "mensejahterakan rakyat atau sebuah perubahan"hanya menjadi kedok. Setelah Pemilu selesai dan parpol mereka tidak lolos electoral treshold (batas minimum perolehan suara 2%), bisa mengubah nama parpol lagi untuk pemilu berikutnya. Simple sekali bukan? Apa efeknya buat rakyat? Rakyak SEMAKIN BINGUNG dengan banyaknya pilihan yang ada!

Untuk itu saya setuju apabila para pengurus parpol yang tidak dapat melewati batas 2% itu diberi sanksi. Sanksi yang ada bisa berupa pengembalian dana kampanye dari pemerintah ditambah bunga 300%! Apabila parpol tidak sanggup, para pendirinya dihukum penjara saja.

Aturan tersebut dibuat bukan untuk mengekang kebebasan berpendapat, tapi untuk membuat para pendiri parpol asal-asalan menjadi jera sehingga mau bekerja keras demi menarik simpati rakyat. Anda setuju?

0 komentar:

Posting Komentar

Jangan hanya melihat-lihat, tulis komentar atau ikuti pooling yang ada, supaya saya tahu bahwa Anda pernah berkunjung ke sini. Terima kasih atas kesediaannya.