Generasi Pesuruh


Pernahkan Anda melihat iklan Dinas Pendidikan di TV tentang SMK? Disitu diopinikan bahwa SMK bisa segalanya. Lulusan SMK bisa menjadi manajer dan sukses,dsb. Sudah memasuki tahun ke-3 iklan itu ditampilkan. Pencitraan seolah-olah SMK lebih baik dari SMA membuat para orang tua antusias memasukkan anak-anaknya ke SMK. Dan hal tersebut memahang berhasil membunuh secara pelan-pelan SMA swasta.

Alasan memprioritaskan SMK
Kebijakan pro-SMK diterapkan di Indonesia juga dikarenakan Indonesia mengajukan diri menjadi sukarelawan ILO (International Labour Organization) dalam proyek penelitian tentang perlunya keterampilan untuk para pekerja (Lihat Sumber 2). Dan hasil dari penelitian tersebut mengubah 100% arah pandangan dan kebijakan pendidikan di Indonesia: ciptakan kelas buruh!

Berdasarkan saran dari penelitian itu, masyarakat pekerja Indonesia masih mempunyai skill yang kurang di dunia kerja sehingga pengangguran semakin banyak. Dengan kata lain, lulusan SMA (yang notabene lebih banyak dari lulusan SMK) disalahkan. Ini adalah persepsi yang salah. Lulusan SMA bukan diplot untuk menjadi pekerja, tapi untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Lulusan SMK lah yang menyebabkan banyaknya pengangguran itu, karena tidak bisa diterima di lapangan kerja. Berdasarkan data, hanya 60% lulusan SMK yang diserap oleh dunia kerja. Lebih dilematis lagi, 60 % dari lulusan SMK tersebut tidak semuanya bekerja sesuai dengan jurusan yang ditekuni semasa SMK (lihat Sumber 1). Artinya, ternyata mereka tidak mendapatkan pelatihan yang benar-benar siap di dunia kerja mereka, atau mereka masih tidak dapat diterima oleh kebanyakan perusahaan yang membutuhkan.

Bagi mereka (lulusan SMK), masuk ke Universitas pun kurang pas karena mereka sebenarnya disiapkan untuk langsung bekerja. Apalagi setelah keluarnya peraturan baru, UU Badan Hukum Pendidikan (BHP), yang merupakan kelanjutan dari Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20 tahun 2003 pasal 53 ayat (1) bahwa “penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum”. Yang membuat Perguruan Tinggi Negeri (PTN) semakin mahal dan tidak terjangakau oleh kebanyakan masyarakat Indonesia.

Bingung saya. Apa yang ada dalam benak Pemerintah (Mendiknas) saat ini? Apakah Indonesia akan dibawa menuju kehancuran? Sebagai orang Muhammadiyah, terus terang, saya malu dengan kebijakan "Neoliberal" (menurut istilah cawapres Prabowo) ini. Lihat saja, beberapa tahun kedepan, tidak ada lagi iklan "saya berasal dari SMK dan saya sukses jadi manajer". Tapi akan seperti ini "saya adalah generasi kesalahan kebijakan pemerintah". Dan iklan-iklan pun akan menampilkan para manajer yang berasal warga negara Indonesia keturunan asing sementara kita menjadi bangsa buruh, bangsa bawahan. Na'udzubillah.

Saran
Biarlah persaingan SMA dan SMK kembali terjadi secara sehat, tanpa harus ada yang dianakemaskan dan dianaktirikan. Permudah dan permurahlah akses ke PTN, sehingga kelak akan tercipta generasi manajer dan bukan generasi pesuruh.

Sumber:
1. http://one.indoskripsi.com/node/6099
2. http://www.ilo.org/public/english/employment/gems/download/wp14.pdf

0 komentar:

Posting Komentar

Jangan hanya melihat-lihat, tulis komentar atau ikuti pooling yang ada, supaya saya tahu bahwa Anda pernah berkunjung ke sini. Terima kasih atas kesediaannya.