Sumpah Dokter: Sebuah Renungan

Saya bersumpah bahwa :

Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan.

Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara terhormat dan bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaan saya.

Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran.

Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter.

Kesehatan penderita senantiasa akan saya utamakan.

Dalam menunaikan kewajiban terhadap penderita, saya berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan Keagamaan, Kebangsaan, Kesukuan, Politik Kepartaian atau Kedudukan Sosial.

Saya akan memberikan kepada guru-guru saya penghormatan dan pernyataan terima kasih yang selayaknya.

Teman sejawat akan saya perlakukan sebagai saudara kandung.

Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.

Sekalipun diancam saya tidak akan mempergunakan pengetahuan Kedokteran saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan.

Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan mempertaruhkan kehormatan diri saya.

http://id.wikipedia.org/wiki/Sumpah_Dokter

Sumpah atau janji adalah tradisi yg diucapkan seseorang ketika akan memangku suatu jabatan yg dianggap terhormat. Tentara, Dokter, dan PNS lain, dianggap sebagai jabatan yg terhormat, makanya mereka mengucapkan ikrar/janji/sumpah atau apapun namanya demi kehormatan profesi mereka.

Meskipun dengan cara agak berbeda, sebenarnya tradisi pengucapan sumpah bukan hanya di kalangan calon pejabat, tapi juga untuk organisasi-organisasi tertentu. Anggota mafia, gank, sekte-sekte keagamaan,dll. biasa bersumpah dan biasany dibarengi dengan semacam ritual tertentu.

Terus, salahkan apabila mereka menyalahi sumpah jabatan mereka? Apa gunanya sumpah bila ternyata harus diingkari? Ini pertanyaan saya tentang perilaku dokter, maaf kalau menyinggung komunitas terhormat itu. Tapi kenyataan memang membuktikan. Dokter-dokter bukan lagi berbakti pada masyarakat, tapi sudah menjurus pada materi.


Coba lihat salah satu tulisan menarik di salah satu blog dokter berikut:

http://www.andaka.com/citra-dokter-indonesia-di-mata-blogger.php

Seorang dokter yg mengakui tentang imej yg dilakukan kebanyakan dokter lain.

Di kota tempat tinggal penulis, Tasikmalaya, sedikit sekali dokter yg benar-benar berbakti bagi pasiennya, terutama bagi masyarakat kurang mampu. Dokter-dokter disini pada umumnya bertarif mahal, sekali periksa Rp.50 ribu, dan langsung dikit-dikit dianjurkan ke Rumah Sakti (su'udzonnya mungkin buat melanjutkan pemasukan,maaf).


Coba lihat jam praktek pribadi mereka, lebih banyak dibandingkan praktek di Rumah Sakit. Kalau alasannya buat "balik modal" biaya kuliah, kenapa masih menerapkan biaya tinggi ketika sudah kaya?

Pengalaman saya, ketika memeriksakan anak saya, dokter tidak bisa dihubungi ketika hari Minggu. Pada kemana mereka ketika masyarakat membutuhkan? Oke kalau memerlukan "saat istirahat", tapi bagaimana dengan poun ke-5 dari sumpahnya "Kesehatan penderita senantiasa akan saya utamakan"? Kalau tidak mau menerima resiko, kenapa masih mau jadi dokter? Apakah hanya karena ingin cepat kaya? Wallohu'alam..

2 komentar:

Anonim Sabtu, Juni 06, 2009  

ya begitulah pak guru di dalam gerbong orang baik selalu saja terdapat orang jahat,tetapi jangan salah di dalam gerbong orang jahat terselip orang baik....he he he ...

Master Senin, Juni 08, 2009  

Serasa di tempat kerja,
^_^

Posting Komentar

Jangan hanya melihat-lihat, tulis komentar atau ikuti pooling yang ada, supaya saya tahu bahwa Anda pernah berkunjung ke sini. Terima kasih atas kesediaannya.